Film Rudy Habibie ini menceritakan tentang masa muda Habibie ketika sedang menuntut ilmu di German. Saya tidak perlu menceritakan terlalu banyak tentang film ini karena saya yakin hampir seluruh teman-teman saya menontonnya. Hal yang menarik yang saya diskusikan adalah gambaran lain kisah cinta Rudi Habibie sebelum bertemu Ainun. Saya percaya bahwa rejeki, jodoh, dan mati memang benar-benar kuasa Tuhan dan saya juga mengagumi idealisme dan kemampuanseorang Habibie hingga saat ini. Tetapi biarlah tulisan ini sifatnya argumentatif dan merupakan hasil diskusi dengan teman seatap saya.
Diskusi kami diawali dengan pendapat saya bahwa jangan-jangan selama ini perasaan cintanya terhadap Ainun yang membuatnya hampir gila karena ditinggalkan bersumber pada penyesalan. (Sekali lagi tulisan saya kali ini adalah argumentasi dan dugaan hasil observasi film dan kehidupan nyata). Saya katakan berasal dari penyesalan karena dia abai bahkan sama sekali tidak menyadari jika partnernya dalam hidup sakit parah. Saya dan teman seatap saya saja yang baru hidup bersama sekutar 7 tahun saja rasanya selalu tau kalau ada yang tidak beres. Sakitkah atau sedihkah pasti kami akan merasakannya dan mengetahuinya. Sdangkan saat itu Habibie yang sudah hidup berpuluh-puluh tahun bersama dengan Ainun sama sekali tidak menyadari jika istrinya sedang sakit parah. Bagaimana bisa? bagaimana Habibie tidak menyesal habis-habisan terlambat mengetahuinya. Bagaimana Habibie tidak menyesal setelah mengenang segala kasih sayang yang diberikanAinun kepadanya sedangkan dia menyadari perubahan kondisi kesehatan Ainun pun tidak. Kesedihan yang begitu besar itu menurut saya adalah penyesalan.
Sahabat saya pun menimpali dengan kalimat "Habibie sebenarnya tidak pernah butuh orang lain di dalam hidupnya." Pernyataan tersebut benar juga menurut saya, bahwa sebenarnya memang toh tanpa Ainun ataupun Ilona Habibie tetap baik-baik saja. Beberapa adegan film baik dalam film Habibie & Ainun ataupun film Ryudy Habibie pernah menggambarkan ketika Habibie berada di dalam kondisi yang depresi. Justru dia menolak kehadiran Ainun ataupun Ilona untuk menemaninya. Dia bangkit karena dirinya sendiri bukan atas dukungan orang lain.
Sebenarnya di dalam kehidupan saya ini saya menemukan orang-orang seperti ini. Beberapa orang yang sebenarnya tidak butuh kehadiran orang lain. Orang yang ketika jatuh lebih suka menyendiri dan tidak diganggu hingga akhirnya menemukan kebangkitannya sendiri. Orang yang sebenarnya tidak peduli dengan sekitarnya, bahkan kepeduliannya pun sebenarnya adalah untuknya sendiri. Its always about himself/herself. Tetapi pada dasarnya mereka adalah orang-orang baik dan hebat, walaupun seringkali sedikit egois.
Satu sosok yang saya kagumi dalam film ini adalah sosok ilona. Ilona adalah perempuan pintar yang paham bahwa dirinya mencintai Habibie dengan begitu besar, namun ilona juga merupakan perempuan yang masih menggunakan logikanya dalam berpikir. Dia tau dan paham bahwa Habibie tidak mencintainya sebesar dia mencintai Habibie. Maka dia memutuskan untuk pergi.
Jika dibandingkan antara hubungan Habibie-Ilona dan Habibie-Ainun saya dan sahabat saya sepakat bahwa kami lebih memilih tipe hubungan seperti Habibie-Ilona. Banyak orang dan perempuan mengidolakan sosok Ainun yang dinilai sebagai istri yang begitu sempurna bagi suami. Karakter Ainun yang lemah lembut dan khas putri Jawa menempatkan posisi Ainun lebih "nerimo" dalam kehidupannya. Ainun selalu mendukung keputusan apapun yang diambil oleh Habibie. Tentu saja mendukung suami adalah tugas istri. Mengacu pernyataan sahabat saya itu, posisi Ainun justru sub-ordinat dalam pola hubungan tersebut (sahabat saya ini seperti paranoid terhadap pola hubungan yang menempatkan perempuan sebagai sub-ordinat). Saya tidak begitu mempermasalahkan pola ordinat-subordinat ini asalkan terdapat komunikasi yang baik antara kedua pihak. Segala keputusan akan kehidupan dan mimpi-mimpi telah dibicarakan bersama karena segala konsekuensi akan ditanggung bersama.
Saya pun juga tidak mau menjadi seperti Ainun, entahlah..saya tidak mau disisihkan dari semua fase kehidupan. Kegagalan, kesedihan, keberhasilan, dan kesenangan seharusnya dihadapi bersama. Oleh karena itu saya lebih suka menjadi Ilona yang tau seberapa besar dia mencintai seseorang, yang tau bagaimana mengejar cita-citanya, yang mampu melihat permasalahan secara logis dan menjadi perempuan yang mampu memutuskan apakah harus tinggal atau harus pergi.
Komentar
Posting Komentar