Langsung ke konten utama

Perjalanan Waisak 2013

Perjalanan ini berawal dari seorang teman yang tiba-tiba meminta kami mengirimkan nama dan nomer KTP kepadanya. Rupanya dia mendaftarkan kami pada suatu trip Waisak On Borobudur. Akhirnya kami bertiga pun berangkat pada tanggal 24 Mei 2013.

Awalnya saya pikir pasti perjalanan ini seru sekali, sebab seringkali kita dengar cerita orang-orang dan para blogger yang bercerita tentang pelaksanaan waisak ini. Prosesi awal dimulai dari candi mendut yang kemudian dilanjutkan dengan prosesi di candi borobudur dan akan ditutup dengan menerbangkan lampion-lampion ke angkasa pada malam hari. Saya pikir pasti akan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.

Singkatnya saya dan beberapa teman tidak dapat mengikuti rangkaian acara di candi mendut sehingga kami pun menyusul langsung ke candi borobudur. Disana memang keadaan sangat padat di luar pintu masuk sehingga semua orang berhimpit-himpitan layaknya menonton konser. Saat mengantri itu saya melihat berbagai macam orang dari berbagai negara. Ini membuat saya bangga bahwa perayaan ini menarik minat banyak orang.

Akhirnya masuklah kita ke pelataran candi borobudur. Disana telah disediakan karpet sangat besar yang digelar untuk duduk para tamu. Begitu banyak orang duduk disana, bahkan untuk berjalan saja sangat susah. Memang ada panitia yang mengatur dimana tempat yang masih kosong sehingga tidak menumpuk, tapi tetap saja saat itu entah ada berapa banyak manusia disana. Kami pun akhirnya menemukan tempat duduk di tengah-tengah lautan manusia itu. Memang sejauh membaca cerita-cerita waisak di blog orang memang setiap tahun hujan dan kali ini kami siapp. Walaupun hujan mulai turun dan sempat menjadi sangat deras, kami tetap duduk manis menunggu acara dimulai.

Pada pukul 19.00 para biksu dan biksuni mulai masuk dan duduk di altar yang telah dipersiapkan. Seharusnya acara dimulai pada pukul 19.00 namun ternyata terdapat pengumuman bahwa acara akan ditunda karena masih menunggu menteri agama yaitu Surya Darma Ali beserta rombongan. Saat itu manusia-manusia disana mulai meneriakkan kekecewaan dan meneriakkann "Huuuuu" secara serentak.. Satu jam kemudian datanglah menteri agama beserta rombongan datang dan disambut dengan teriakkannn "Huu.." begitupun ketika bapak menteri ini memberikan sambutan. Sangat disayangkan bapak menteri ini tidak mengucapkan permintaan maafnya sama sekali karena telah terlambat datang. Akhirnya bapak menteri beserta rombongan meninggalkan tempat diiringi "Huu" untuk terakhir kalinya. Secara kebetulan jalan yang mereka lewati tepat di depan kami sehingga saya pun mendengar ucapan seorang biksu senior yang berada di belakan menteri yang berkata "menteri agama kita tidak jelek-jelek banget kok" selanjutnya saya tidak mendengar lagi apa yang mereka ucapkan. Saat itu manusia-manusia telah berdiri semua dan entahlah saya juga tidak tahu mengapa mereka merangsek ke depan. Mungkin ingin lebih dekat melihat prosesi tersebut.

Akhirnya setelah sambutan-sambutan acara dilanjutkan dengan pembacaan doa dan kemudian dilanjutkan dengan Pradaksina yaitu mengelilingi borobudur sebanyak 3 kali. Awalnya saya ingin mengikuti prosesi tersebut. Ketika biksuni pemimpin pradaksina mengatakan yang ingin mengikuti pradaksina silahkan melewati tangga ini. Berhubung saya tidak melihat apapun jadi saya maju ke depan mencari tangga mana yang dimaksud. Ramai sekali memang bahkan untuk berjalan pun tidak bisa. Saat itu saya sadar bahwa orang-orang ini tidak ingin sama sekali mengikuti prosesi, hanya ingin mengambil foto lebih dekat pada altar dan foto para biksu dan biksuni. Sampai-sampai biksuni berkata bahwa acara belum selesai, tolong jangan naik altar. Berkali-kali dia bilang bahwa acara belum selesai, boleh mengambil foto dari jauh saja. Saat itu saya tertohok, astagaa saya salah datang kesini. Akhirnya saya berkata kepada teman saya "kita tidak usah ikut pradaksina, kit atunggu sini saja. Walaupun kita tidak beribadah setidaknya kita tidak menghalangi mereka yang ibadah" Tiba-tiba seorang lelaki di depan saya menoleh dan berkata "maaf saya mau kesana" silahkan..kami pun memberi jalan. Kemudian saya tau seorang perempuan yang ingin mengikuti pradaksina karena dia seorang budhis. Akhirnya saya menwarkan padanya, "mau kesana ya" "iya" tapi memang dia tidak bisa berjalan sama sekali, orang tidak mau minggir. Akhirnya saya yang berteriak ke orang2 itu untuk memberi jalan dan akhirnya dia pun bisa mengikuti prosesi. Saat itu saya langsung turun dan berdiri saja.

Rasanya saya sedih tidak karuan, jadi begini perayaan waisak yang dielu-elukan lampionnya. Hanya karena lampion kita mengganggu ibadah orang-orang pada tuhannya. Padahal waisak ini seperti hari raya idul fitri bagi umat islam, ibadah natal bagi umat protestan dan katolik. Bayangkan bagaimana ibadah anda terganggu seperti itu. Harusnya pembacaan doa-doa yang dilakukan dan ritula yang dilakukan bisa lebih khusyuk. Namun sayangnya para penonton dan pemirsa yang tidak tahu diri ini hanya melihat waisak sebagai obyek wisata. Kita banyak lupa bahwa budha adalah agama bukan budaya. Seluruh umat budah dari seluruh penjuru dunia berkumpul di borobudur untuk beribadah. Tetapi orang-orang itu, termasuk saya sendiri hanya mementingkan pengalaman lampion-lampion dan foto-foto yang akan didapat dan dibanggakan pada teman-teman. Namun saya dan teman-teman saya tersadarkan bahwa seperti ini tidak benar, kami tidak mengambil foto satu pun ketika acara berlangsung.

Setiap tahun tuhan menurunkan hujan pada hari waisak. Mungkin itu adalah bantuan tuhan untuk mengurangi orang-orang yang hanya berwisata untuk meninggalkan acara sehingga hanya tersisa orang-orang yang benar mau beribadah. Namun rupanya niat orang-orang ini tidak kalah dengan hujan. Walaupun dengan memakai pakaian-pakaian minim mereka pun bertahan. Begitu miris melihatnya di perayaan keagamaan baju-baju tidak sopan bertebaran, apakah kita lupa bahwa ini adalah perayaan keagamaan. Entahlah.

Begitu sedih rasanya melihat ada sebuah keluarga yang membawa anaknya untuk beribadah berhimpit-himpitan dengan orang-orang tidak penting yang berfoto dan tertawa-tawa. Sedih rasanya melihat seseorang dengan kursi rodanya datang dengan bantuan keluarganya dengan harapan dapat menangkupkan tangan dan khusyuk mengikuti jalannya acara. Namun apa yang ada hanyalah segerombolan orang yang jumlahnya sangat banyak itu tertawa sana-sini, peluk sana-peluk sini, berfoto-foto.

Ketika di akhir acara, ada pengumuman bahwa dikarenakan hujan yang sangat deras kemungkinan lampion tidak dapat diterbangkan. Maka yang terdengar adalah ucapan-ucapan "Huu.." dan mulai omelan terdengar sana-sini. Dari situ kita bisa lihat hanya sampai disitu aja otak para manusia ini. Tidak ada hati mereka mengikuti prosesi, melihat bagaimana saudara kita menjalankan ibadahnya. Hanya demi momen lampion dan foto bersama lampion besar itu menjadi suatu daya tarik luar biasa membutakan. Mereka tidak pernah marah dan meminta macam-macam. Namun harusnya kita sadar bahwa mereka butuh ketenangan. Para biksu tersebut bukan obyek foto, mereka bukan benda. Sekalipun mereka diam pasti di dalam hatinya mereka menginginkan ketenangan. Tidak bisakah kita memberikannya.  Sekali lagi kita harus ingat bahwa ini adalah perayaan agama bukan perayaan budaya. Saya memang mendapatkan pengalaman luar biasa yang tidak dapat saya lupakan. Berbeda dengan apa yang saya bayangkan tapi saya akan menyebarkan apa yang saya rasakan agar tidak ada lagi orang-orang yang hanya ingin datang karena lampion dna mengacaukan ibadah saudara kita disana. Tidak ada yang seru dengan itu. Seru ketika kita mengikuti prosesi dan memberikan ketenangan pada mereka sehingga kita bisa memahami bagaimana rasanya. Berbagi kebahagiaan waisak dengan mereka. Sekalipun kita tidak beribadah seperti mereka, setidaknya kita tidak mengganggu mereka menjalankan ibadahnya. Saya sendiri tidak berniat datang lagi, sekalipun suatu saat saya datang, saya hanya ingin datang dan mengikuti prosesi mereka duduk dan bermeditasi di candi mendut. Jika ingin datang demi lampion mending malam hari sekitar jam 9 kalian baru masuk hanya untuk lampion sehingga tidak mengganggu ibadah. Sekali lagi, seharusnya kita bisa menunjukkan toleransi agama itu dengan menghormati ibadah mereka apalagi ini hari raya besar mereka teman.

Komentar

  1. iya, diberita2 juga diceritakan gimana jalannya acara di borobudur, prihatin denger kabarnya

    mungkin besok2 pas prosesi ibadahnya ditutup aja kali ya,atau opsi lain yang mencegah hal2 kayak gini terjadi lagi

    BalasHapus
  2. iya ik..parah aku bahkan kepikiran sistem kaya SPK gitu loh..hahaha..harusnya dipisah tempat nerbangin lampion sama tempat ibadahnya..

    terus yang budhis kaya dapet penanda gitu loh biar bisa masuk dan ikut prosesi..Kaya natal di GBK gitu ik, tiketnya dijual di vihara masing-masing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedihnyaaaa...tanpa disadari ternyta demikian. aku ga liat dari berita loh dan cuman tau dari sini aja...

      ntar malem cerita panjangnya yah :(

      Hapus
    2. Gitulah rim...makanyaaa...ini cuma bukan tentang lampion sih...ini itu tentang ibadah umat sama tuhannya..eh, malah jadi objek wisata..kadang kita emang lupa mana yang budaya mana yang agama sih ya...

      Hapus
  3. Gue nggak ngerti gimana perasaan gue kalau beneran ada disana, baca beritanya aja sedih banget loh...

    lupa baca dimana, tapi emang ada kemungkinan ditutup untuk tahun depan. Miris banget ga sih, padahal sby baru dapat penghargaan ttg kerukunan umat beragama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya memang yan...ada wacana begitu..baguslah kalo bener ditutup buat umum..kalo gak paling minim yang dibedakan acara ibadah sama pelepasan lampion jadi ibadahnya bisa tenang..

      namanya ibadah ya cuma buat yang merayakannya saja kan..macam idul fitri, natal, nyepi, dan galungan..yang lain cukup menghormati dan mengucapkan selamat. Thats it

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Completely Sad

Ya…judul ini benar-benar merepresentasikan perasaan saya saat ini. Bagaimana tidak? Setelah beberapa bulan terkahir ini saya berdiam diri dan menyaksikan carut-marut kehidupan social-politik di Jakarta kali ini saya tak tahan. Bukankah menulis adalah salah satu bentuk terapi…saya benar-benar butuh sarana untuk menyalurkannya. Katakanlah saya tidak punya hak untuk masalah dukung siapa di pilkada DKI toh KTP saya juga masih Jawa Timur. Tapi ini bukan tentang pilkada..ini bukan tentang politik..ataupun tentang mantan gubernur dan gubernur baru yang terpilih. Ini tentang kehidupan social, bernegara dan cara berpikir. Picture Source: Google.com Setelah beberapa peristiwa sedih yang saya alami maka kejadian ini menggenapkan kesedihan itu. Baiklah saya mulai saja..pada tanggal 12 Mei 2016 saya berangkat ke daerah Jakarta. Saya tinggal di daerah Depok, sehingga menuju Jakarta saya kerap memilih naik commuter line karena lebih cepat dan murah. Pagi

Tentang Perempuan

Sebuah perjalanan saya akhirnya membawa saya pada sebuah pertanyaan dan rasa ingin tahu yang luar biasa. Sebenarnya perjalanannya biasa saja, perjalanan dengan tujuan menghadiri hari bahagia seorang teman dan bagian dari keluarga baru saya. Sebuah pernikahan memang selalu terlihat membahagiakan bagi semua pihak, segala doa pun di panjatkan untuk kedua mempelai. Hingga akhirnya wejangan dan nasihat para orang tua pun diucapkan. Satu wejangan dari ustadz setempat itulah yang akhirnya membuat saya bertanya dan akhirnya mencari. Beliau mengutip sebuah hadist dari Abu Hurairah yang berbunyi: "Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu kecantikannya, hartanya, keturunannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung" Hadist ini juga ada di dalam hadist riwayat Imam Bukhari no. 5090 dan hadist riwayat Muslim no. 1466. Ini adalah hasil penelusuran saya pribadi atas dasar ucapan ustadz tersebut. Karena saya tidak mau terjebak