Nominal 700 rb di Ibu Kota Jakarta
Sebenarnya kejadian ini sudah
lama sekali tapi berhubung saya lagi pengen ketik-ketik jadi gsaya tulislah
pengalaman itu. Waktu itu saya baru saja keluar dari sebuah pusat perbelanjaan
di kota Depok, kemudian saya pulang dengan menggunakan angkutan umum. Di dalam
angkutan tersebut terdapat 2 orang penumpang yang cukup mencolok. Kedua
penumpang tersebut adalah perempuan. Saya katakan mencolok karena mereka
mengenakan pakaian yang terlihat modis dan salah satu perempuan tersebut
mengenakan sebuah kalung yang bertuliskan nama perempuan tersebut. Kalung
tersebut terlihat cukup wah bagi saya mungkin emas putih, atau mungkin hanya
perhiasan palsu..ah entahlah. Kedua perempuan tersebut membawa barang belanjaan
yang cukup banyak, saya taksir sih baju. Kemudian secara tidak sengaja saya
mendengar obrolan mereka (bukan bermaksud nguping sih tapi memang saya sedang
sendirian jadi tidak ada teman ngobrol).
A: Perempuan Berkalung
B: Perempuan 2
A: Aduh gimana nih duit sekolah
gw..
B: Lah emang belum dibayar? Elu
sih…
A: Belumlah mau pake apa
bayarnya?..pinjem duit dunk…
B: Berapa sih?
A: 700rb
B: Mana ada gw sebanyak itu?
A: Aduh gimana ni? Masa gw merek
(Jadi perek) sih? Kan gw belum 17 tapi..lw germonya yak…hahahha
B: Hahahaha…gw germonya kagak
laku lu sih…hahahha di sudirman aja mangkalnya…
A: Hahahaha…iya ya…
Setelah percakapan tersebut saya
turun (karena emang udah nyampe kober), trus saya berpikir…mereka sanggup
membeli baju berkantong-kantong, sanggup membeli perhiasan yang berkilauan,
tapi untuk membayar pendidikan mereka kesulitan. Inikah Jakarta? Yang
mengkonstruksikan bagi anak mudanya bahwa fashion dan penampilan lebih penting
dari segalanya? Mungkin iya. Jakarta mengkonstruksikan bahwa fashion adalah
kebutuhan primer, sehingga untuk memenuhi kebutuhan primernya remaja ini
mengorbankan uang pendidikannya. Saya pikir uang tersebut sebenarnya telah dia
pakai untuk membeli barang-barang agar dibilang modislah, gaullah karena kalau
memang tidak dipakai maka dia tinggal minta kepada kedua orang tuanya. Bahkan
dia berpikir untuk menjual diri, sungguh menyedihkan. Dia bilang “tapi kan gw
masih 17 tahun” saya berpikir memangnya kalo udah 17 bisa jual diri/ aneh..
pemikiran aneh.. Itulah sebentuk cerita dari sisi kota Jakarta.
Komentar
Posting Komentar